Selasa, 02 April 2019

Cerita yang Tersembunyi (Seberkas kisah Dayak Dusun Karau)



(Berdasarkan kisah pernelusuran Rico Irwanto, dkk)










Memandang dunia ini ada berbagai macam cara melakukannya...
Dengan menikmatinya tanpa harus melakukan sesuatu yang mengusik kenyamanan hidup kita, menjalani yang sudah tergaris pada kehidupan kita.
Atau..
Menelusuri sesuatu yang lain, tersembunyi, bahkan bisa saja itu bisa mengusik kenyamanan kita..

Adalah kami, yang memiliki jiwa penjelajah dan rasa penasaran yang tinggi
Kami menelesuri tempat ke tempat yang memiliki keunikan tersendiri padanya
Sehingga kami berpikir...

Apa yang membuat suatu tempat menjadi unik dan menarik untuk diketahui?
Barangkali ada bermacam-macam pendapat dari orang-orang di jaman post-modern ini, namun ada satu yang tak bisa kita pungkiri adalah “Cerita”
Mungkin cerita itu berupa legenda, gosip, rumor, atau fakta yang hangat bisa menjadi daya tarik bagi setiap manusia yang ingin mengetahuinya.
Begitulah barangkali gambaran bagi kami pada suatu wilayah di pedalaman Kalimantan Tengah, yang juga menjadi tempat kami lahir dan kami tinggal sekarang ini, yaitu bernama “Kabupaten Barito Timur”, tak banyak orang-orang di dunia ini mengenal tempat ini, jauh di pedalaman kalimantan yang terkenal dengan lebatnya hutan yang mengampar hijau, dan lengkungan pegunungan yang menyimpan sumber daya yang tersembunyi, namun kami menyadari bahwa masyarakatnya memiliki beragam cerita yang unik, dan menarik untuk ditelusuri, apalagi cerita itu “tersembunyi” dan jarang untuk didengungkan di lingkungan luar, mungkin menjadi kebanggaan sendiri bagi sang penemu yang memberitakan kepada siapapun yang belum mengetahuinya.

 

Apa yang terlintas bagi kamu tentang Suku Dayak?
Kami banyak mendengar penilaian orang luar tentang suku terbesar di Pulau Kalimantan ini, yaitu “Seram dan memiliki mitos yang tinggi bahkan ‘Pemakan Manusia’
Barangkali kami tidak peduli apa yang orang nilai terhada kami suku dayak, namun yang kami tahu pada dasarnya, Suku Dayak sangat beragam di Indonesia khususnya yang menempati wilayah Daerah Aliran Sungai Barito, yaitu Kabupaten Barito Timur, mungkin banyak yang menyangka bahwa seluruh Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kalimantan Selatan ini, semua masyarakatnya beretnis subsuku Dayak Maanyan, namun pernyataan itu tidak sepenuhnya benar, karena di sebagian daerahnya ada suku dayak lain yaitu Dayak Dusun dan Dayak Lawangan, ketiga suku mereka ini memang serumpun, namun sebenarnya ada banyak perbedaan mulai dari bahasa, dialek, dan adat budayanya.
Salah satunya adalah Suku Dayak Dusun Karau
Kami menelusuri ini di sebuah desa bernama Lampeong, Kecamatan Pematang Karau, Kabupaten Barito Timur, dimana letaknya berada diantara diantara Kota Buntok dan Kota Ampah dan Tamiang Layang, dan hampir 300 km jaraknya dari Kota Palangka Raya, ibukota Provinsi Kalimantan Tengah.


Pada awalnya desa ini dihuni oleh penduduk Dusun Karau dan Lawangan lebih dari 5 generasi yang lalu, namun keberadaan mereka mulai tersingkirkan karena letak geografis yang tidak menguntungkan. Penutur bahasa karau yang masih aktif tidak lebih dari 10 orang dari kurang lebih 950 jiwa dan hanya dipergunakan oleh satu garis keturunan.

Dusun Karau adalah salah satu suku dayak yang mendiami perairan Sungai Karau, anak Sungai Barito. Suku ini memiliki kemiripan bahasa 80% dengan dusun witu dan 90% dengan Bahasa Dayak Dusun Pakoe. Dialek yang biasa diakhiri dengan akhiran ‘u/o’ menjadi salah satu ciri rumpun Dayak Dusun di Barito Timur.


Kita semua tahu, bahwa Bahasa memiliki keakraban dengan kehidupan sehari-hari dan erat kaitannya dengan adat dan budaya yang diwariskan pendahulu kita, namun...

Tahukah kalian, bahwa Dusun Karau berada dalam kepunahan? Sama seperti bahasa Pakoe. Kami sendiri telah bertemu dengan penutur bahasa Karau yang berada di Desa Lampeong, Kecamatan Pematang Karau, Barito Timur.

Biyeti (Itak Pilla) adalah penutur tertua Suku Dayak Dusun Karau, memiliki 3 orang anak dan 6 cucu, beliau masih tetap aktif menggunakan Bahasa Karau serta masih memeluk kepercayaan leluhur Agama Daholo (Kaharingan) Sebagai penduduk asli Lampeong, Itak bercerita tentang banyak hal yang pernah di jalani sejak masih kecil sampai perubahan zaman dimasa sekarang. Dilahirkan dari keturunan wadian Ngundrus Iya (Balian asli Dusun Karau) dan wadian Bawo dari sang ayah, serta dibesarkan dari keturunan Bijaju (ibu) yang masih memegang erat tradisi Bdeder dan Badewa.


Sekarang, penutur Bahasa Dayak Dusun Karau semakin terlupakan. Mereka hanya berada pada beberapa wilayah adat di antara 2 Kecamatan (Pematang Karau dan Dusun Tengah), yakni : Lampeong, Lebo, Bantai Karau, Moloh, Asak, Batu Putih dan beberapa bantai lainnya. Tidak ada data lengkap yang dapat kami terima, namun selama setahun pencarian ini penutur Bahasa Dusun Karau tidak lebih dari 150 orang. Dan semakin tahun selalu mengalami penurunan.

Terlupakan merupakan kata yang sangat tidak enak bila didengungkan pada kenayataan, dan jika hanya sebatas kenangan, akan ada penyesalan yang ada pada perasaan yang ditinggalkan atau tertinggalkan


Lantas, siapa yang kita salahkan?
Orang tua, Pemerintah, Masyarakat Adat, atau Lembaga Adat Dayak yang semua seolah tutup mata tentang hal ini.
Menurutmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar