Senin, 27 Maret 2017

Garis Waktu (Bagian 2)

Aku dan mereka disini
Aku dan yang lain pun disini
Ditempat ini dan saat ini
Kita berkarya kembali
Jalan kita lalui dan harus kita lalui

Mengapa yang indah jika terlewat selalu membesit dipikiran kita
Apakah memang seharusnya kita mengingatnya ?
Ataukah memang kita belum bisa menerimanya

Ada amarah yang  belum padam penuh
Ada sakit yang belum sembuh
Ada duka yang merendahkan diri kita

Sekarang...
Kita disini...
Bersama yang lain
Tak ada sandiwara dan ilusi

Kita memang adalah masa lalu
Kita hanyalah manusia yang punya beribu batas
Kita pasti adalah saat ini
Bekerja , lelah , menyerah , dan berhenti
...
Dan kita adalah masa depan
Banyak rencana yang baik
... dengan banyak kemungkinan.

Adams Sophiano
28 Maret 2017

SIUNG MANGKUWUNGAN - Romansa berbalut budaya daerah



Bersama Wakil Ketua DPRD Kabupaten Barito Timur yang juga Sutradara dari film Siung Mangkuwungan



















Tanah air kita memiliki beragam legenda daerah yang sangat menarik untuk dianalisa, bagi penikmat budaya daerah pasti sangat bangga jika etnis mereka diangkat menjadi sebuah film.
Kebetulan saya adalah berasal dari Barito Timur dan pecinta budaya Dayak Maanyan sebuah sub-suku dayak di pedalaman kalimantan yang memiliki kisah legenda yang begitu banyak dan sayang jika dilupakan.
Ini dia yang baju merah merupakan pameran utama dari film ini
Siung Mangkuwungan merupakan suatu kisah legenda dayak maanyan yang baru saja saya saksikan penayangannya di Palangka Raya tepatnya di SkatePark Tunjung Nyaho.
Film ini disutradarai oleh Bpk. Ariantho Muller yang juga dikenal sebagai wakil ketua DPRD Kabupaten Barito Timur.
Sebagai pecinta seni saya amati beliau ini memiliki jiwa seni yang tinggi terlihat dari postingan di facebook beliau, sehingga memiliki komunitas Nansarunai Jaya yang juga menjadi rumah produksi untuk film Siung Mangkuwungan, begitulah kira-kira.
Film ini memiliki latar di sebuah desa di Pedalaman Kalimantan “Eteen”, yang konon merupakan cikal-bakal keturunan dari sub-suku Dayak Maanyan Banua Lima – Paju Sapuluh
Oke guys, film ini dimulai dengan adegan pengakuan orang tua dari sang tokoh utama Siung Mangkuwungan yang baru memberitahu bahwa mereka sebenarnya bukan orang tua kandungnya, namun orang tua angkat mereka, walaupun Siung sebenarnya kecewa namun Ia  menerima pengakuan orang tuanya ini dan bahkan berterimakasih karena sudah memeliharanya hingga dewasa.
Scene kemudian dilanjutkan dengan perkenalan seorang tokoh perempuan bernama “Puney” yang merupakan gadis desa idaman para laki-laki di Desa Eteen, serta juga “Jalung” dan kawan-kawannya yang merupakan tokoh antagonis di film ini.
Kalau ini bersama pameran "Munuk" yang membuat kita tertawa 


Di bagian awal film kita bisa melihat bagaimana pribadi Siung terbentuk dari didikan Ayahnya yang ahli dalam bela diri serta diajarkan untuk menjadi pria yang gagah berani, kemudian Ia diijinkan untuk pergi ke Desa Eteen yang merupakan tempat pamannya tinggal.
Di Desa Eteen inilah cerita ini dibangun bagaimana kehadiran Siung menjadi pemikat hati bagi Puney terlihat ketika Siung menyelamatkan Puney dari  Jalung yang memaksakan Puney untuk menjadi kekasihnya, memang ya cinta itu jangan dipaksakan. Hehehe
Kehadiran Siung untuk pertama kalinya membuat Jalung tidak suka karena merasa Siung ikut campur dengan urusannya dengan Puney, merasa tidak terima Jalung kemudian berkelahi dengan Siung, nah disinilah adegan menegangkan terjadi ditambah slow motion  yang membuat penonton pasti terkesima. Ya, pastinya Jalung menaruh dendam karena Ia dikalahkan didepan gadis pujaannya sendiri, nah disinilah dimulai kisah asmara antara Jalung dan Siung. Dan jangan lupa dengan si “Munuk” yang membuat kita tertawa sepanjang film.
Sepanjang film kita akan dimanjakan oleh pesona tarian dan ritual khas dayak maanyan dan juga alam Barito Timur yang indah dan memikat, dan untuk saya juga baru tahu kalau nenek moyang kami dulu sangat memegang teguh adat dimana acara berdamai saja harus melakukan ritual.
Well, film ini menurut saya untuk ukuran film daerah dengan ciri khas drama pada umumnya, dengan balutan budaya adat Dayak Maanyan serta alam Barito Timur yang indah, sangat layak untuk ditonton oleh generasi muda Indonesia khususnya Anak-anak Dayak Maanyan yang saya lihat kepeduliannya terhadap kebudayaan semakin tergerus oleh zaman.

 Sahabat lama saya ternyata menjadi salah satu casting antonis di film ini


Satu hal yang saya tangkap dari film ini adalah cinta dan takdir selalu bersanding dimana ketika kita menemukan cinta sejati, maka takkan pernah ada yang bisa memisahkan kita dengan dia.

Selamat Menonton...
Adams Sophiano

Kamis, 23 Maret 2017

Garis Waktu (Bagian 1)



Masa depan...
apakah masa depan yang kita harapkan
...masih bisa terjadi
mengapa kita bisa berharap
padahal yang kita pikirkan 
belum pasti terjadi 
apalah makhluk fana... manusia 
tinggal di dunia yang penuh misteri
jika kita percaya takdir 
apa harus kita bermanja dengan adanya takdir
masa lalu sudah terjadi 
bahkan beribu pengalaman tertanam 
membuat pikiran kita berubah lagi, lagi dan lagi
Ya.. masa lalu amatlah mengusik masa kini
begitu banyak keindahan disana
padahal mereka sudah hilang
mereka hanya ilusi
karena mereka tak ada disini
Sekarang...
Kita disini untuk saat ini
begitu banyak kesempatan
begitu banyak harapan
begitu banyak tantangan
begitu banyak kebahagian
dari sini kita akan tentukan
kemanakah kita akan pergi
dibawah musim hujan
dibawah terik matahari
masa kini pasti akan berlalu
menjadi masa lalu yang akan kita rindukan
dan masa depan akan datang
... dengan banyak kemungkinan