Selasa, 22 Oktober 2019

"Joker" --> Meratapi Kesendirian (Sebuah Review Singkat)





DC kembali ke jati diri awal yaitu komitmen untuk membuat ciri khas filmnya yang Dark dan Kelam, tengoklah film-film terdahulunya seperti The Dark Knight dan Batman V Superman.
Namun, pada film ini saya lebih suka menyebutnya “Psychologi-Thriller Movie” daripada Superhero atau Anti-Hero dan Supervillain Movie seperti tema film superhero yang banyak digandrungi pecinta Marvel di seluruh dunia.

Awalnya saat di umumkan proyek film Joker oleh DC dan WB Pictures ini sangat mengecewakan bagiku yang adalah penyuka film Superhero DC, bahkan mungkin seluruh Superhero Lovers di seluruh dunia, karena studio raksasa hollywood tersebut tidak fokus membangun Universe DC yang sudah eksis di-isi oleh pahlawan super yang tergabung dalam Justice League mulai dari film Man of Steel, Batman V Superman, Wonder Woman,dan lain-lain. Dan lebih anehnya lagi peran Joker diambil alih oleh pemeran baru yang dimana kita ketahui bahwa peran Joker di DC Extended Universe adalah Jared Leto yang sudah bermain di Suicide Squad, dan ternyata mereka akan membuat film stand-alone tanpa ada hubungan dengan dunia DC yang sudah eksis, HMMMM. Mimpiku untuk menyaksikan adegan Joker vs Batman harus dikemanakan?

Tetapi setelah mendapat kabar bahwa yang akan memerankan Musuh Iconic Batman ini adalah Joaquin Phoenix dan sutradaranya dipegang oleh Todd Philips, aku mulai kembali tertarik untuk mengulik kembali film ini, Hmmm siapa sih yang menyangkal akan totalitas Joaquin Phoenix di film-film yang pernah ia perankan, seperti di film Her, Gladiator dan Irrational-Man. Dan juga Todd Philips yang terkenal dengan ‘The Hangover’ yang berhasil membuatku terbahak-bahak.
Well, film ini adalah The Origin dari Joker, dimana kita akan menyaksikan kisah-kisah pilu kehidupan si Arthur Fleck nama asli Joker di film ini, yang hidupnya terlunta-lunta, dengan latar belakang Kota Gotham yang sangat kacau karena manusia-manusianya yang dipenuhi kebobrokan akan rasa kemanusiaan.
Arthur Fleck adalah manusia biasa, hidup miskin bersama ibunya di apartemen yang kumuh, ia bekerja sebagai badut, ia juga memiliki penyakit namanya “Pathological Laughter and Crying” atau disingkat PLC, yaitu penyakit saraf yang menyebabkan seseorang tertawa dan menangis secara tiba-tiba, sungguh menakutkan sekali ya, apalagi ketika ia sering dibully oleh banyak masyarakat di kota Gotham membuat kita bersimpati pada tokoh ini, ia juga bermimpi menjadi Stand-Up Comedy karena ibunya selalu memotivasi bahwa ia memiliki alasan di dunia ini yaitu membuat orang lain tertawa, namun nyatanya ialah yang menjadi bahan tertawaan dan cercaan orang banyak dipicu juga oleh acara di tv yang dibawa oleh Murray Franklin.

Aku bisa membayangkan bagaimana hidup seperti tokoh Joker, hidupnya berantakan, dan secara mengejutkan bahwa ia bukan anak asli ibu tapi merupakan anak pungut yang diadopsi oleh wanita gila yang juga mengakui bahwa itu adalah hasil cinta antara ia dengan Thomas Wayne, majikannya saat bekerja di Puri Wayne. Seakan kita mengerti bahwa dunia ini tidak adil, bahkan kita tidak mengetahui untuk apa sebenarnya kita dilahirkan, bahkan mungkin kehidupan Joker itu sendiri tidak diinginkan oleh siapapun dan hidup untuk apapun.

Joker membuka banyak mata masyarakat Gotham yang hidup dalam dendam kepada orang-orang kaya yang menindas, ketika ia membunuh 3 orang karyawan Wayne Enterpries di Kereta Api karena menganggu dan menganiayanya di kereta, semua orang tersadar dan membuat gerakan untuk membalas dendam kepada orang-orang kaya yamg terinspirasi dari Kejadian Joker di Kereta.
Puncaknya adalah ketika Joker melampiaskan semuanya pada dunia yang menyakitinya yaitu di bagian terakhir film, ketika Joker sudah tidak memiliki apa-apa di dunia, dan tidak tahu melakukan apa, yang ia tahu ia tidak merasa bahagia sepanjang hidupnya, hidupnya tragis, hidup yang ia sadari adalah sebuah komedi belaka, yang orang lain tertawakan dan tidak perdulikan, dan apa yang membuat ia bahagia dan memiliki tujuan hidup adalah saat ia bisa membunuh mereka yang baginya adalah orang jahat.
Overall, ini salah satu film terbaik yang ku tonton di tahun ini, dengan pengembangan cerita yang apik dan akting hampir semua tokoh di film ini sangat mumpuni, scoring oleh Hildur Cudnadottir membuat kita ikutan mengalami kehidupan kelam, dan pengambilan gambar yang sangat mendukung latar belakang kehidupan Joker dan Kota Gotham. Apalagi dengan kehadiran aktor favoritku “Robert de Niro” sebagai Murray Franklin. Memang pantas film ini mendapat Singa Emas di Venice Film Festival beberapa waktu lalu.

Ini bukan film Superhero/Anti-Hero/Anti-villain yang penuh dengan action dan adegan berkelahi tetapi film Psikologi-Thriller isinya hanya drama kehidupan seorang yang mengharapkan hidupnya bahagia, dan membuat kita paham apa latar belakang orang menjadi gila, jahat dan menyakiti orang lain, mungkin ia menolak apa yang dunia takdirkan pada dirinya, mungkin ia sudah lelah karena tidak ada yang memahami orang lain, karena sejatinya banyak orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Walaupun hidup memang adalah pilihan, tetapi terkadang memutuskan suatu pilihan tidak semudah apa yang motivator pikirkan.


Terkait banyak sekali kontroversi di luar sana mengenai film ini, yaitu dampak negatif dari film ini, emosi negatif yang dipancarkan, aku hanya ingin berkomentar bahwa segala hal di dunia ini berdasarkan respon yang kita tangkap, film ini bisa jadi petaka atau pelajaran bagi kita, bagian petakanya kita menganggap bahwa diri kita adalah Arthur Fleck yang tragis hidupnya tidak jauh dari bosan akan bullian masyarakat, maka kita dapat meniru dan mengambil referensi dari film ini, dari hal ini sudah sepatutnya SALAH, apapun yang Arthur ambil dalam kondisi di hidupnya di film tersebut adalah tidak benar, mengapa ? karena ia tidak memiliki pegangan dalam kehidupannya sehingga ia tidak memiliki prinsip dalam hidup, ia tidak tahu bahwa hidup ini ada dan nyata, ia sudah berada di kehidupan yang kejam, oleh karena itu saya sarankan untuk Arthur segera pindah dari kota Gotham ke kota Palangka Raya karena disini ada banyak orang yang peduli dan mendengar akan pikiran negatifmu. Pelajaran yang bisa kita ambil dari film ini adalah bahwa diluar sana masih banyak orang yang memiliki pikiran-pikiran yang memiliki risiko untuk menjadi mental illness, sehingga dapat membahayakan dirinya dan masyarakat, buka mata dan telinga untuk peduli dan mendengar.
Bagiku film adalah film, bentuk lain dari seni, tergantung dari kita dari sisi mana kita ambil nilai dari apa yang kita rasakan dari film yang kita nikmati.


Sisi kelam dalam film ini bukan bermaksud membukakan kejahatan tetapi bagaimana kenyataan seorang satu manusia yang jika diabaikan dari lingkungan masyarakat maka akan menjadi penyakit masyarakat itu sendiri.

Best scene : 
Joker berjoget ditangga, it's very iconic and memorable scene

Joker and Murray Franklin di final scene

Qoutes favorite 
"I used to think my life was tragedy, but now i realized it's a comedy"
Rating untuk film ini adalah 9/10.