Rabu, 20 September 2017

IT : Masalah terbesar manusia adalah rasa takut



Masalah terbesar manusia adalah rasa takut.




Takut karena belum menerima keadaan yang dibawa dari masa lalu
Takut pada masa depan yang belum datang
Atau takut pada sesuatu yang tidak kita mengerti

Begitulah pesan yang saya tangkap ketika menonton film yang bertajuk ‘It’, hanya terdiri dari 2 kata yang mungkin merujuk pada wujud menyeramkan dari badut misterius yang bernama Pennywise. Sebenarnya saya tidak menyukai film yang berbau horor namun karena rasa penasaran saya dengan “Stephen King”  yang menjadi dasar film ini, saya rela menyisihkan waktu untuk menonton apalagi dengan beban yang sudah agak lumayan ringan karena sidang skripsi yang sudah selesai aku hadapi.
Adegan pada film ini dimulai dengan Billy seorang anak remaja yang memiliki adik yang sangat disayanginya, Georgi. Pada awalnya, penonton dibawa kedalam nuansa yang mencekam ketika masuk dalam suasana rumah yang sepi, Sang Adik kemudian dibuatkan sebuah kapal untuk bermain ketika hujan deras turun, singkat cerita ketika Georgi bermain di luar rumah yang saat itu hujan ia kemudian bertemu dengan badut di kolong saluran air, yang saat itu Badut tersebut merayu Georgi untuk mengambil perahunya, namun yang terjadi sosok badut Pennywise tersebut menggigit lengan Georgi sampai terputus hingga akhirnya ia dibawa badut kedalam saluran air tersebut.

Dari situlah kita diperkenalkan pada sosok menyeramkan yang menjadi sentral dalam film ini, tampang yang menakutkan serta mahir meneror anak-anak di kota tersebut. Film ini dilanjutkan dengan sekelompok anak-anak remaja yang akrab , mereka menjuluki kumpulan Pecundang karena anak-anak yang tak pandai bergaul dan selalu menjadi bahan bully-an teman-teman satu sekolahnya. Sepanjang awal hingga pertengahan film kita akan menyaksikan karakter-karakter yang dibangun secara apik, latar belakang mereka dan juga teror dari badut pennywise yang mereka hadapi, yang bisa berubah wujud menjadi apapun yang ia inginkan.

Teror badut yang selalu mengganggu keseharian mereka, memicu berbagai macam persoalan hingga mereka bersepakat untuk menelusuri siapa badut in?. Ben Hanscom adalah anak baru yang selalu dibully oleh anak-anak nakal di sekolah tersebut menjadi tokoh penting disini karena berkat ketekunannya, ia kemudian tak sengaja menemukan bencana misterius yang berhubungan dengan badut, dari sinilah mereka mulai menelusuri misteri badut ini, walaupun akhirnya usaha mereka memiliki tantangan karena rasa takut mereka sendiri.

Setiap tokoh anak di dalam film ini, tergambar memiliki rasa takut tersendiri, dari sinilah hantu ini memanfaatkan ketakutan mereka agar si badut dapat bertahan hidup dan mengambil kekuatannya.
Menurut saya, film ini direkomendasikan sekali bagi pecinta film horor yang terbiasa dengan sensasi horor yang berlebihan, bagi saya kekuatan film ini bukan hanya ada di ke-seram-an seperti pada film The Conjuring, Insidious, Saw, dan lain-lain, namun bagaimana penokohan yang dibangun dengan apik kemudian penonton dibawa untuk merasakan rasa takut yang dialami oleh anak kecil, bagaimana mereka dikucilkan, dilecehkan dengan perbuatan asusila, atau merasa kesepian, semua itu dibalut dengan joke yang agak kasar untuk seukuran anak kecil oleh karena itu dikategorikan kepada umur diatas 17 tahun.

Di setiap film yang saya tonton saya selalu mencari pesan dari si pembuat film kepada kita, karena dari situlah saya menyukai sebuah film, disamping juga alur cerita yang filosopis.
Ya, Rasa Takut yang tergambar dari film ini menjadi satu pesan yang saya ambil, rasa takut itu manusiawi, dan disetiap manusia selalu ada hal yang ditakutkan entah pada sesuatu atau semacamnya, dengan begitu bisa berdampak besar bagi kehidupan kita. Namun, rasa takut kita ada baiknya dikendalikan dengan rasa percaya kepada diri sendiri, kepada alam semesta, dan kepada Sang Pengasih, karena disetiap cobaan dan tantangan adalah suatu berkat dari anugrah yang memiliki alasan besar untuk kehidupan kita.
 
A.Soph
20 September 2017