Senin, 19 Maret 2018

Aku dan Sang Mantan

  
https://www.wowkeren.com/berita/tampil/00081836.html


 Oleh : Adams Sophiano

Sudah 3 jam aku menghadap layar smartphone untuk melihat foto-foto di akun instagram Dewi, dia adalah mantanku sudah putus sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Jangan ditanya apa hubungan setelah mantan, langit pun bakal runtuh karena tidak tahu harus memberikan pendapat seperti apa. Apalagi tinggal di negeri yang terkenal akan ke-religius-an ini, status mantan sangat diskriminatif, setelah siklus permantanan akan timbul perubahan hubungan tapi bukan kembali menjadi teman atau musuh, entahlah belum ada istilah yang tepat untuk hubungan apa yang terjadi setelah “mantan”.

Ratih. Itulah namaku, kalian mungkin berpikir aku adalah wanita, padahal aku sebenarnya adalah seorang lelaki, entah apa maksud orang tua memberi aku nama demikian, jawabannya selalu tidak memuaskan, yaitu pada saat aku dikandung, ibu ku ingin bayinya berjenis kelamin perempuan, alhasil demikian namaku lah yang jadi dikorbankan, dan itu juga berpengaruh bagi suasana kehidupanku yang kadang labil.

Apalagi sejak aku pikirkan mantan yang telah ku sebutkan, Dewi, siapa yang tak kenal mantanku ini, cantik, bohai dan juga terkenal, mungkin kalian yang punya akun instagram juga sering melihat Dewi Suzana yang sedang hits sehingga sering menjadi semacam agen iklan pewangi tubuh dan produk bergengsi lainnya. Sebagai orang yang mantan pasti ada rasa menyesal mengapa dulunya aku putuskan Dewi, ya, bagaimana? Dulunya dia tak pandai berdandan, sekarang malah memiliki pengikut di instagram berjuta-juta, karena dengan modal bentuk tubuh yang berubah drastis dari sebelumnya.

Setelah hubunganku dengan Dewi berakhir, kehidupanku berubah 180 derajat, mungkin rumput yang bergoyang pun tak  bisa menjawab, mengapa aku bisa semacam ini, saking herannya, ada sedikit pikiranku bahwa aku di guna-guna karena memutuskan hubungan terlebih dahulu dengan Dewi, apalagi karena perubahan di dirinya juga kian berubah drastis yang ku lihat dari layar smartphoneku. Aku menjadi semakin rendah, dia malah semakin di atas awan. Banyak teman-teman yang malah mencibir dan semakin ahli mencibir kepada diriku, loh bukannya di beri jalan keluar, malah sang mantan yang di sanjung

“Kalau aku jadi kamu, akan ku sombongi diriku di media sosial”

“Apaan sih”, aku menyeletuk

“Ya, biar hits juga gitohhh

Brengsek. Hits. Begitulah karya yang di idam-idamkan muda-mudi di kota ku ini, seolah semua yang mereka butuhkan adalah ketenaran, padahal apa yang mereka idamkan semua itu adalah kepalsuan saja, tak semenarik yang ada di dunia nyata, ya banyak sudah temanku yang menjadi budak ketenaran dengan cara apapun, yang penting tenar. Sehingga sekarang ini aku kekurangan teman, apalagi dengan isu hits sang mantan. Tak heran jika sekarang aku lebih nyaman menyendiri.

Namun, ada satu sahabat yang sangat peduli padaku, walaupun kami berdua sangat jarang bertemu, maklum kesibukan adalah segalanya baginya, tak masalah bagiku, orang yang jauh sangat peduli dengan kita lebih berharga dari ribuan teman yang hanya sekedar teman tertawa.

“Kau harus menemuinya”

“Hah?” ku balas dengan kata itu seolah aku bingung, bagaimana bisa aku menemui mantan ku itu

“Iya, kau harus menemuinya, lalu berbicaralah, kalau memang kamu belum bisa melupakannya”

“Kamu gila, bro. gimana bisa aku ngomong kayagitu”

“Itu salah satu jalan keluarnya, merelakan berasal dari kelegaan, percaya deh kalau kamu sudah bilang itu, kamu bakal lega”

“Tapi, apa tidak sebaiknya, aku bicara lewat chat atau telepon aja”

No no, jangan, bro, itu akan menimbulkan bias”

“Maksudnya?”

“Kalau lewat media seperti itu, kalian hanya bertemu dengan tulisan dan suara, bukan komunikasi yang efektif, tidak menimbulkan kelegaan yang berarti”

Percakapan kami berdua, memang selalu puitis, ibaratkan antara hujan dan awan, awan yang akan menimbulkan hujan, jika ada pertanyaan maka akan ada jawaban, lalu jawaban itu menjadi pertanyaan. Setelah berapa lama, akhirnya aku setuju bakal menemui dia agar terdapat jalan keluar, ya walaupun sebenarnya itu bakal membahayakan bagi perasaan yang sulit untuk dikubur, tapi aku tidak punya pilihan lain.

Hari itu aku bulatkan niatku untuk bertemu dengannya, gugup bercampur takut. Ini merupakan hal gila bagiku. Terakhir kali aku bertemu dengan dia, adalah kita aku mengucapkan putus secara langsung ke dia, dan sekarang sudah kurang lebih satu tahun aku bertemu Dewi, pertama kali aku akan melihat secara langsung bukan lewat media sosial, sejak saat itu.

“Hai, Ratih”

“Hai.....”

Aku tidak tahu apa yang aku rasakan ketika aku bertemu pertama kali sejak berapa lama. Tidak terduga. Kecewa. Tak seperti yang ku bayangkan ketika aku melihat dia di media sosial. Ya, ternyata seperti inilah tampang dia sebenarnya, tubuhnya memang indah, hanya saja dia semakin centil. 

Ketika ia mengatakan hai saja sudah kecentilannya saja sudah melebihi artis alay di televisi.
“Kamu Dewi, kan?”

Secara tak sadar aku mengucapkan hal yang bodoh seolah aku baru mengenalnya, namun maklum saja karena gayanya sekarang sudah berubah drastis.

“Iya, aku Dewi, masa kamu lupa, atau kamu pasti heran kan karena aku udah berubah jadi artis yang didambakan dimana-mana”

Mungkin kalian akan menduga, akan seperti apa dia berbicara kepadaku. Gaya bicara yang centil, penuh kesombongan, dia memamerkan apa yang sebenarnya aku sudah tahu dan banyak orang tahu.

Dialah mantanku, Dewi Suzana, artis instagram lokal, berubah drastis dari yang ku duga, memang parasnya menggoda siapapun yang melihat dengan smartphone yang mahal, bodi yang aduhai, tak seperti setahun yan lalu, ramah, cantik yang alami dan sedikit berwibawa.

Aku tak banyak mengingat apa yang kami bicarakan pada saat itu, karena aku ingin bergegas lari dari tempat itu. Yang aku ingat adalah ketika aku mengatakan ini

“Dewi, aku sudah melupakanmu, sekarang aku menjalani kehidupan yang mungkin membosankan, namun aku akan memulai lagi dengan yang baru”

Tidak penting apa tanggapan darinya, aku mengatakan hal itu seolah aku mengatakan kepada diriku sendiri, atas apa yang ku pikirkan selama ini.

Selasa, 13 Maret 2018

Burung yang jatuh cinta pada langit




Aku yang menatap penuh senyum selalu menatap pohon – pohon di belakang istana kecilku...

Adalah seekor burung kecil yang baru lahir dari telurnya yang putih nan tak berdosa, sendirian di dalam sarangnya, seraya menantikan induknya datang, namun di hari lahirnya ke dalam dunia itu induknya tidak pernah menampakkan sedikitpun dari keberadaannya, keadaan yang sangat disesali ketika seseorang datang, yang lainnya seketika itu juga pergi...
Sang Burung yang baru lahir, menjalani kehidupannya sendirian di sarangnya pada pohon yang sangat tinggi

Kemudian ia menengadah ke langit, terheran-heran ketika melihat birunya langit dihiasi awan yang bergerombol,

“Apakah ia ibu ku?”

Langit itu tiba-tiba mengeluarkan kehangatan kepada sang burung malang itu, seketika itu juga ia jatuh cinta...

“Ia ibuku!”

Dengan bahagia burung itu menikmati kehangatan seperti yang ibu lainnya lakukan pada saat bayi baru lahir...

Namun, bahagianya luntur ketika langit itu tiba-tiba berangsur menjadi gelap gulita, sang burung sedih, marah dan kecewa, ia menangis sendirian di sangkarnya

“Ibu, mengapa engkau meninggalkan ku?”

“Aku butuh kehangatan, aku sendiri disini, dingin, bu... dingin!”

Namun, setelah lama kelamaan, langit itu pun kembali terang, yang awalnya dingin kemudian berubah menjadi hangat semakin hangat

Burung kecil itu kembali bahagia

“Ibu, aku tahu kau kembali, aku mencintaimu, bu”

Ia kembali terheran ketika dari langit ada banyak titik air turun ke tanah yang juga mengenai sarangnya

“Ibu, apakah kau akan membunuhku?”

“Apakah ibu marah kepadaku?”

Sang burung kembali bersedih...

Namun ternyata ia tidak mati ketika terkena banyak air yang jatuh ke bumi, alih-alih merasakan kesakitan, ia malah merasakan pertama kali namanya segar dan sejuk
Pengalaman pertama kali hari itu ia tutup dengan berlapis warna-warni yang ada di langit

“Ibu, apakah itu hadiah untukku?”

“Terimakasih ya , ibuku, aku sangat mencintaimu”

Sang Burung Kecil tumbuh bersama langit yang ia cintai, ia menjadi burung kecil yang dewasa, ia juga mulai berhubungan dengan burung yang sejenis dengan yang lainnya

Satu hal yang ia herankan mengapa ia tidak pernah mendengarkan ibu yang ia cintai tersebut berbicara padanya, pernah sang langit bersuara namun hanyalah suara yang tak ia mengerti

Sang burung mulai bertanya-tanya, mengapa ia memiliki bentuk ibu yang berbeda dengan yang sejenis seperti dirinya

Sang langit tetap terdiam......

Kala itu sang burung berubah karena banyak pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya membuat sebuah keraguan dalam dirinya

“Kalau memang kau adalah ibuku, setidaknya berbicaralah kepadaku, tunjukkan cintamu kepadaku, ibu”

“Mengapa kau membiarkan aku larut dalam pertanyaan yang menyiksaku seperti ini”

Namun, langit tak pernah sekalipun berbicara kepadanya apalagi menjawab pertanyaan sang burung itu

“Ternyata benar seperti kata sahabatku, bahwa kau bukan ibuku, ibuku yang sebenarnya sudah lama pergi”

“Dasar bodoh, ternyata kau penipu, aku membencimu”

Sang burung kemudian pergi menjauh , ia tidak pernah lagi memanggil langit dengan panggilan ibu, bahkan ia melupakan apapun yang terjadi dengan burung kecil dan langit tersebut.

Ya, burung itu kembali jatuh cinta kepada burung seperti dirinya, yang bisa ia ajak bicara, yang bisa ia ajak bertukar pikiran, ia sama sekali melupakan sang langit yang menemaninya hidup tersebut

Walau sang langit selalu menatap sang burung dengan burung lainnya dalam diam.

Namun, tak disangka burung lain yang ia cintai tersebut kembali menghilang, ya  pergi meninggalkan sang burung.

Sang burung bertanya sambil menangis dan menangis sepanjang hari

Dalam kelam harinya ia menyesal mengapa ia harus jatuh cinta pada orang yang akhirnya meninggalkannya

Burung itu merasakan patah hati, ia pun sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya

Tak ada satupun yang menemaninya, bahkan sahabat-sahabatnya pun tak ada yang perduli

“Mungkin keberadaanku di dunia ini adalah kesalahan ibu yang melahirkanku, sampai – sampai ibu meninggalkanku ketika aku lahir”

Dan seketika rintik hujan membasahi sang burung tersebut...

Serentak sang burung kembali menengadah ke langit, ia tersenyum dan semakin tersenyum, ia tertawa ketika sang air membasahi dirinya yang terluka

Sang burung terharu, ia merasa bersalah, ia juga pernah meninggalkan sang langit yang selalu menemani tanpa sedikitpun lelah...

“Ibu.....”

“Maafkan aku, aku menyesal telah membencimu”

Walaupun langit itu selalu diam, namun sang burung tahu bahwa sang langit berbicara melewati diamnya yang tak berujung

Sang burung menikmati derasnya air yang turun seketika itu ia sadar bahwa ia sudah memiliki sesuatu yang berarti....

Yaitu Kehidupan dan Cinta...

Bersama derasnya air langit, tiba-tiba suara dari kejauhan mengejutkan sang burung

“Anakku......!!!!!”

...................................................................

Adams Sophiano

Minggu, 11 Maret 2018

Hujan dan secangkir kopi




Ketika minggu pagi datang, adalah hal yang aku tunggu setiap minggu, mungkin karena hari minggu pagi aku bisa lakukan apa saja dengan memilih apa pun yang aku sukai, karena apa yang aku lakukan pada minggu pagi ini biasanya tak bisa aku lakukan pada hari-hari biasanya.
 
Biasanya yang paling aku biasa lakukan pada minggu adalah bangun pagi jam 6 hanya untuk sekedar berjalan-jalan di sekitar lokasi rumahku yang masih untuk melihat dan menatap apapun yang bisa ku nikmati tanpa ada satu pun yang terlibat, hanya aku dan sang pagi.

Namun pada minggu pagi kali ini tidak seperti biasanya, hujan deras mengguyur kota yang disebut cantik ini, ada sedikit kelegaan karena akhirnya setelah sekian lama panas-panasan, tanah di pekarangan ada yang membasahi dan tanaman tidak repot-repot untuk ku siram. Ketika minggu pagi datang bersama bulir hujan itu aku agak semakin malas untuk bangun pagi dan seolah ada yang berbisik di pikiranku “apakah harus ku lanjutkan tidur atau mungkin menyeduh kopi yang biasa aku nikmati bersama para sahabat baikku?”
Awalnya aku memilih untuk kembali tidur karena udara yang sangat dingin ini sangat memanjakan tubuhku yang masih ingin melengketkan diri di tempat tidur, namun kali ini ternyata tidak berhasil, mata ku tidak bisa dipejamkan lagi, padahal aku ingin sedikit saja untuk kembali ke alam bawah sadar, mungkin karena kemarin malam aku tidur terlalu cepat atau bagaimana, bisa jadi. Dengan sangat yakin aku bangkitkan tubuh ku dari atas ranjang menuju ruang paling belakang rumah kecil ku ini, ya disana aku seduhkan kopi hitam sisa pembelian “ineh” yang masih tersisa sedikit, saat itu aku menghirup aroma kopi yang masih panas, hmmm ternyata aromanya itu membangkitkan pikiran dan jiwaku apalagi didukung dengan derasnya hujan di luar sana yang membasahi tanah.

Ku bawa secangkir kopi itu ke bagian depan rumah, derasnya hujan yang saling bersahut-sahutan, membawa pikiranku untuk kembali mengingat apapun yang masih tersisa dan masih belum terbayarkan, ya begitulah ketika aku mendengar dan melihat hujan yang pertama aku pikirkan bukanlah air dan basahnya, namun kenangan yang masih terbawa penasaran sampai sekarang ini, entah itu penyesalan atau janji yang belum ditepati.

Ah,, pikirku mengapa aku membuat hujan seolah membuat aku berlama-lama dalam rasa yang membawa aku kemanapun ia mau, padahal hujan tidak pernah berniat membuat aku berubah membencinya, aku harusnya menyalahkan diriku sendiri, contohnya saja mengapa aku terlalu berlebihan dalam urusan asmara bukankah cinta itu haruslah mengalir bukan dipaksa untuk ikut kemauan ku, ku teguk lagi kopi hitam ini yang seolah mengejek lemahnya diriku ketika aku mengingat kenangan itu, tetapi tiba-tiba hujan yang deras berubah menjadi gerimis yang menyiratkan ku untuk mengabaikan ejekan itu, ohhh aku ternyata mulai berpikir ternyata aku masih membutuhkan hujan seperti aku membutuhkan masa lalu, kali ini bukan untuk ku ulang namun untuk ku jadikan bahan tertawaan ku, ya itu bisa dibuat lelucon untuk ku ceritakan bersama dia yang masih tersimpan oleh lembaran waktu. Setelah hujan yang aku ubah, selanjutkan kopi hitam ini aku ubah menjadi sahabat ku ketika aku merasa lemah ternyata aku bisa punya kesempatan untuk berani, mungkin lebih kerennya adalah percaya diri, aku tidak bisa cepat membuat diriku kuat bahkan  sekuat gambar yang ku pajang di depan ruang tamu itu “Superman” itu mustahil. Namun aku masih bisa untuk membuat sesuatu yang berbeda untuk orang yang ku cintai dimanapun.

Ya, hujan dan secangkir kopi ini membawaku kesana, banyak orang mencela hujan karena datang tidak tepat , namun setidaknya dia sudah memberi tanaman dan kebunmu kehidupan, banyak juga mencela kopi hitam karena rasanya yang pahit dan penuh dengan misteri caffeine – nya itu namun setidaknya dia berusaha untuk memberi kenikmatan bagi setiap hari demi hari manusia di muka bumi ini.

Rabu, 07 Maret 2018

Ketika Aku Merasa Aku Pasti




Pada hari itu adalah hari terbahagia dalam hidupku...
Atau mungkin awal kepercayaan diriku yang sudah bangkit kembali

Disaat aku tak percaya lagi akan adanya hubungan yang sejati dengan orang yang aku harapkan terjadi

Ya, tepat di hari itu dari pertama aku mengajakmu untuk sekedar makan siang bersama, tatapan demi tatapan, langkah demi langkah, detik demi detik , aku nikmati tanpa pernah sedikitpun aku lewati dari semua percakapan kita, dan pada hari itu aku merasakan sebagai penguasa dunia.

Aku menjadi selalu mengingatmu dari awal aku mengenalmu sampai hari ini, ketika kau mau menanggapi apa yang ku sebut “rasa” itu, menanggapi ataukah sekedar mendengarkan, ahh pikirku aku tak perduli yang terpenting waktu ku kali ini adalah kesempatan yang tak mungkin datang di lain kesempatan.

Ya, kau mengatakan kau membuka itu lagi, yang sudah sejak lama aku harapkan darimu, aku bahagia saat itu, kau mengatakan kau menyaksikan setiap perjuanganku, ya, bagiku itu mudah, karena aku akan merasakan yang namanya berbuat sesuatu untuk orang yang ku sayangi, dan aku tak pernah merasakan berkorban sedikitpun, karena ketika aku merasakan bahwa aku berkorban disitu aku harus mengatakan bahwa cinta itu mulai pudar.

Sejak saat itu aku mulai banyak berimajinasi, dimana pada saat hari itu aku benar-benar bisa bersamamu, aku takkan pernah menyiakan sedetikpun hari itu bersamamu.

Ya, karena itu aku semakin percaya diri dan percaya diri, karena aku selalu tinggi hati aku semakin hari semakin ingin melihatmu walau hanya sedikit saja, aku tahu itu keterlaluan, namun bagiku perempuan yang sangat ku kagumi tak pernah ingin ku tinggalkan begitu saja, karena bagiku melihatmu adalah mungkin saatku merasakan menjadi seorang “Guardian” mu, ya, cukup bagiku merasakannya. Aku tahu itu tak nyaman bagimu, karena kamu harus menghadapi yang namanya situasi dan kondisi yang memaksamu untuk berubah dalam pikiran itulah yang ku dengar selama ini ketika kau mengabaikan ku tanpa alasan. Namun aku tak pernah terganggu dengan semua itu, karena bagiku merasa memilikimu adalah cukup bagiku, walaupun aku sebenarnya belum memilikimu.

Hari demi hari aku melewatinya, dengan kesempatan bahwa aku selalu berada di dekatmu, walaupun menahan semua perkataan mu yang menurutku cukup tajam bagi diriku yang tak ada apa-apanya dibanding dirimu. Aku tahu kamu adalah laksana mutiara yang sering disanjungkan dimana saja, oleh siapapun, mungkin itulah yang dilihat oleh mereka yang menyukaimu, namun bagiku aku tak pernah merasa seperti untuk bertekuk lutut dihadapanmu, karena alasanku tak bisa dijawab oleh “karena”, bagiku dirimu dan hatimu seutuhnya adalah hal yang rumit untuk ku mengerti sehingga membuatmu merasakan hilangnya semua kekuranganku.

Aku mengartikanmu sebagai suatu keindahan yang tak pernah bisa ku nilai dengan logikaku, karena itulah yang membuatku terbata-bata ketika berbicara kepadamu. Dengan naifnya, aku berusaha untuk mencari tahu bahwa kau juga merasakan hal yang sama bagiku, namun suatu malam itu aku tahu bahwa kau tak sepenuhnya membuatku merasakan kepercayaan diri itu, karena kau mengubah 180 derajat maksud dari pertama diskusi singkat kita waktu itu, kecewa terus memenuhi pikiranku saat itu, namun aku bukanlah orang yang mengandalkan ego untuk mengejar hal yang ku inginkan, aku tetap terus bersabar walaupun itu bodoh, aku terus membiarkan diriku untuk menjadi temanmu, bahkan badut pun akan kalah dengan kekonyolanku kepadamu, agar membuat kau bahagia di hari demi hari.

Namun, akhirnya datang hari itu ketika aku dan kamu sudah sampai ditingkat penafsiran berbeda dari orang lain, aku kira kau pasti akan membiarkannya, namun ternyata dirimu membuat semuanya selesai pada saat itu juga, karena ternyata kau tak pernah membiarkan itu terbuka sedikitpun bagiku, bagi dia yang dulu dan sempurna bagimu mungkin iya. Kau mengatakan hal yang aku inginkan sejak pertama aku melihatmu pada saat minggu kita makan siang, namun berubah ketika sudah sedikit lama ku mengejarmu kembali, dan malam ini kau seolah menegaskan kembali bahwa “jangan berharap lagi”. Malam itu malam yang panjang bagiku, aku terus menjernihkan pikiranku harus seperti apa aku, apakah aku harus tetap mempertahankan ini dan terus berjuang demi kebersamaan yang aku inginkan, ataukah aku harus mundur sepenuh-penuhnya dan memaafkan seikhlas-ikhlasnya. Akhirnya aku memilih yang kedua, walaupun sangat sangat berat kurasakan saat itu, berjuang memaafkan, merelakan dan melepaskan lagi dan lagi, sungguh apakah hanya inikah siklus yang harus ku hadapi di setiap ku menjalin hubungan serius, yang akhirnya ditutup dengan “Melepas dan Merelakan” ?