Rabu, 07 Juni 2017

Is She With You ? (Review of 4th DC'S Wonder Woman)

"Is she with you ?"
begitulah ucapan Superman kepada Batman ketika melihat pertama kali muncul sang Putri Amazon "Wonder Woman" untuk membantu mereka melawan Doomsday di salah satu scene Batman V Superman tahun lalu, entah mereka merasa takjub atau heran dengan kedatangan Wonder Woman yang hidup abadi tersebut. 


Selama 2 tahun sejak diumumkan akan ada debut film Wonder Woman di layar lebar, saya mungkin salah satu orang yang paling menanti film ini tayang. Jadi akhirnya pada tanggal 31 Mei adalah hari penantian itu, dan wow filmnya sangat tidak mengecewakan apalagi dipadukan dengan aktris Gal Gadot yang memerankan Putri Hippolyta ini. Berikut adalah review film Wonder Woman setelah saya menonton bersama teman-teman kampus saya.

Cerita dimulai dari Diana Prince Sang Wonder Woman yang hidup di jaman modern tepatnya setelah peristiwa di “Batman V Superman”, dimana dia mengingat kembali dirinya pada saat pertama kali menjadi seorang Pahlawan Dunia. 

Scene berlanjut ke masa kecil Diana yang tinggal di sebuah wilayah atau pulau yang ditempati oleh semua kaum wanita Amazon, konon tempat tersebut diciptakan oleh Zeus untuk melindungi dunia. Diana adalah seorang Putri dari Ratu Hypolita yang ketika kecil memiliki niat untuk menjadi seorang pejuang Amazon namun selalu dilindungi dan diberi perhatian khusus oleh Ibunya sendiri sang Ratu Hippolyta karena Diana adalah cinta terbesar dan dia takut kehilangan putri yang sangat dia sayangi, oleh karena itu Ia tidak diijinkan untuk dilatih menjadi prajurit Amazon oleh Ibunya, namun karena diyakinkan oleh Antiope, Jenderal Prajurit Amazon yang melatih Diana secara diam-diam, akhirnya Diana bisa berlatih menjadi prajurit bahkan lebih keras dari prajurit lainnya, dan pada momen itu ia mendapatkan potensi dalam dirinya. 

Cerita semakin menarik ketika datang seorang mata-mata Inggris yang jatuh di laut pulau Themyscira dikuti oleh Prajurit Jerman yang menyerang Themyschira sehingga menimbulkan perang antara Prajurit Amazon dan Prajurit Jerman, kedatangan Kapten Steve Trevor sebagai mata-mata inggris membawa belenggu peperangan ke Pemimpin Amazon, yang semakin menarik hati Diana untuk menghentikan Perang yang didalam perasaannya adalah Perang ini dipicu oleh Ares sang Dewa Perang, anak kandung ayah mereka Zeus yang membelot.

Diana bersikukuh ingin pergi ke Dunia luar untuk membawa misi menghentikan perang dengan mengalahkan Ares karena ia yakin yang memicu peperangan ini bukanlah manusia namun karena Ares ini sendiri, walaupun sempat ditentang oleh Ibunya sendiri, Diana diijinkan pergi dengan membawa Godkiller pusaka Amazon dan Baju kebesaran Amazon.

Cerita kemudian dilanjutkan dengan Diana yang berada di dunia luar dan mulai menyesuaikan diri dengan banyak manusia di London, dimana dia diperkenalkan dengan berbagai macam situasi politik dan perang yang besar yaitu Perang Dunia I. Diana menjadi semakin tahu apa permasalahan di dunia sekarang membuat dia semakin mantap berada di garis terdepan perang dunia ini untuk melawan Ares. Namun dia berseberangan dengan Kapten Steve yang lebih berfokus pada menghentikan upaya Jenderal Ludendorff da Doctor Poison untuk membuat gas pemusnah massal di Jerman, walaupun akhirnya Kapten Steve berjanji membantu Diana untuk menuju garis terdepan perang tersebut, nah disinilah pergolakan emosional dari pameran di dalam film dimainkan yang mengajak penonton untuk merasakan apa yang dirasakan Diana dalam menentukan sikapnya bila berhadapan dengan perang besar yang membunuh jutaan orang yang tidak bersalah.




Alhasil ketika Diana mengikuti keyakinannya dalam menghadapi Dewa Perang “Ares”, iya pun terjebak di kenyataan bahwa kemungkinan manusia sendirilah yang memicu perang bukanlah berdasarkan mitos atau sejarah yang diceritakan kaum Amazon, namun ketika akhirnya dia berhadapan dengan Ares yang tiba-tiba menemuinya kembali pikirannya yang pun dimainkan oleh jawaban Ares mengapa dia memusuhi manusia yang diciptakan Ayahnya Zeus bahwa manusia memiliki keburukan yang besar dimana wujud sempurnanya adalah seperti Dr.Poison, Diana pun hampir menyerah namun dia terinspirasi dengan pengorbanan Kapten Steve yang mati karena mencegah gas pemusnah masal, bahwa walaupun manusia memiliki keburukan didirinya namun di sisi lain mereka masih punya banyak kebaikan, dengan kekuatan cinta dan keyakinan Diana, Ia berhasil mengalahkan Dewa yang kekuatannya pun bisa mempengaruhi petir.

Well, menurut saya film ini sangat menakjubkan, baik dari sisi drama, cerita dan action walaupun secara editingnya masih agak harus diperbaiki, dan yang membuat saya mencintai sebuah film adalah dari segi filosopi yang disiratkan oleh film tersebut. Film ini juga menawarkan sejarah dari mitologi Yunani walaupun hubungan film dengan mitologi tersebut masih sebatas fiksi namun sangat menarik untuk disimak, serta salah satu yang paling saya nantikan adalah backsound di film ini dimana DC dan WB memiliki ciri khas musik latar yang keren dan menggelegar sehingga mengiringi emosi penonton yang dibuat mengikuti alur cerita apalagi ternyata sound "Is she with yoy" kembali di mainkan di film ini walaupun "Hans Zimmer" tidak lagi duduk sebagai komposer saat menciptakan backsound tersebut di Batman v Superman, dan tentu saja film ini juga unik karena disutradarai oleh seorang sineas perempuan sekaligus film yang dibuatnya juga adalah karakter wanita wah sangat jarang terwujud di film-film blockbuster dan juga pastinya mengangkat tema “emansipasi wanita”.

Sebagian dari teman nonton, 31 Mei 2017

Selamat Buat DC akhirnya kalian mematahkan anggapan kritikus bahwa DC tidak akan berhasil di layar lebar setelah melihat Batman V Superman dan Suicide Squad yang jatuh dengan ratting yang dibawah rata-rata.

Saya sebagai penyuka segala jenis film menjamin film ini tidak mengecewakan, semuanya selamat menonton.
Adams Sophiano




                                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar