Hai guys balik lagi dengan aku yang kembali menulis dan tak
bosan-bosannya menulis di blog Uneng Ngeme in… mumpung sekarang pas nulis ni
lagi liburan semester…
Pada edisi kali ini tak jauh-jauh beda dengan postingan yang
sebelumnya yaitu tentang budaya yang ku cintai yaitu Dayak Maanyan , suku yang
mengalir di dalam darah ku ini yeahhh… namun kali ini bukan mengritik tentang
keadaan suku Dayak Maanyan sekarang tapi sedikit kita mengetahui tentang
sejarah Dayak Maanyan itu sendiri..
Aku lahir di sebuah desa di Kabupaten Barito Timur bernama
Hayaping sekitar kurang lebih 200an km dari ibukota Provinsi Kalteng
Palangkaraya atau 20 km dari kota Tamiang Layang, disinilah aku mulai
dibesarkan di kampung Maanyan ini, yang konon dulu ada kejadian pemberontakan
GMTPs terhadap pemerintah yang akhirnya berperan dalam pembentukan Provinsi
Kalimantan Tengah, namun aku tidak membahas mengenai GMTPs tapi bagaimana
sejarah munculnya suku Dayak Maanyan yang sekarang menempati di daratan Barito
Hilir (Barito Timur dan sebagian Barito Selatan) termasuk Desa Hayaping.
Begini sejarah dari munculnya Dayak Maanyan yang saya kutip
dari postingan blog Bpk. Kumpiady, Pembantu Rektor I Universitas Palangkaraya…
Dalam sejarah
lisan suku Dayak Maanyan, Nansarunai adalah
sebuah kerajaan pada saat suku Dayak Maanyan mengalami puncak kejayaannya
diperkirakan berlangsung sepanjang paroh abad ke 14(1309-1358). Berdasarkan
penuturan beberapa tokoh adat dan tokoh masyarakat Dayak Maanyan, kerajaan
Nansarunai pernah berdiri di sekitar Candi Agung, Pasar Arba(Amuntai, Kab. Hulu
Sungai Utara). Pada awalnya Nansarunai dipimpin oleh Dato Sapuluh dan Dara
Sapuluh, yang kemudian berturut-turut dipimpin oleh Raden Japutar Layar dan
dibantu oleh para Uria dan Patis. Setelah itu Raden Japutar Layar diganti oleh
Raden Neno, dan raja Nansarunai yang ketiga dan terakhir bernama Raden
Anyan(Ammah Jarang) atau dengan gelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Bapangkat
Amas. Digambarkan, Kerajaan Nansarunai adalah sebuah kota bandar yang
sangat ramai, kaya raya, dan sekaligus sebagai kota budaya. Sebagai kota
Bandar, Nansarunai berada ditepi sebuah sungai besar, dimana setiap harinya
kapal-kapal asing selalu bersandar di Nansarunai untuk membeli hasil hutan,
pertanian, dan perkebunan. Di lukiskan dalam bahasa Maanyan bagaimana banyaknya
kapal yang bersandar di bandar Nansarunai: tihang
ajung nyalah hannar pungur, tali dandan nimbang rerep uei(tiang
layar kapal bagaikan pepohonan, tali temali layar kapal bagaikan rotan). Di
samping kapal-kapal Cina, Melayu, Arab, juga ada kapal-kapal dari Majapahit
yang sering bersandar di bandar Nansarunai. Sebagai kota budaya, Nansarunai
tidak pernah sepi dari pertunjukan budaya dan acara menyabung ayam di
manguntur. Dikatakan pula oleh penutur, bahwa banyak sekali tamu asing yang
ikut menyaksikan pertunjukan seni dan budaya serta sabung ayam, baik pada siang
maupun malam hari. Keramaian di manguntur juga sering dilukiskan seperti ini: manguntur nyalah harek jatuh,
kudalangun alang rakeh riwo.(manguntur selalu riuh rendah bagaikan suara
ratusan orang).
Namun pada
saat kerajaan Nansarunai sedang berada pada puncak kejayaannya pada tahun 1358,
Nansarunai mengalami kehancuran. Ada dua versi penyebab jatuhnya Kerajaan
Nansarunai tersebut. Versi pertama mengatakan bahwa hancurnya Nansarunai adalah
akibat diserang oleh prajurit Majapahit, sebagai upaya mereka untuk menakluk
Nansarunai karena kaya akan hasil buminya dan dianggap membahayakan kerajaan
Majapahit yang berada di Pulau Jawa. Akibat dari hancurnya Nansarunai itu,
semua bangunan kerajaan, manguntur dan rumah penduduk habis terbakar, sehingga
alat-alat perlengkapan upacara adat dan benda-benda budaya habis dirampas oleh
prajurit Majapahit. Raja Raden Anyan(Ambah Jarang) pun ikut meninggal dunia
bersama beberapa penduduk yang belum sempat melarikan diri. Yang masih hidup
hanya tinggal beberapa tokoh masyarakat dan tujuh pimpinan adat(Uria
Pitu). Tentang hancurnya Nansarunai itu, dilukiskan dalam bahasa Maanyan: Tuu riu mate erang ngakatanjung
taping, ngulin ranu rueh lakarantau hanyut. Daya Nansarunai takam galis
kuta apui, ngamang talam haut jarah sia tutung. Manguntur takam galis eme
angang, kudalangun takam jarah maku lungkang(Air mata tak tertampung
lagi banyaknya mengenang Nansarunai habis dilalap api dan manguntur telah
ditumbuhi oleh rerumputan). Hancurnya Nansarunai yang dibangga-banggakan itu
dikenal di kalangan Dayak Maanyan dengan: Nansarunai
usak Jawa. Artinya Nansarunai diserang oleh orang-orang dari pulau
Jawa(maksudnya prajurit Majapahit). Versi kedua, jatuhnya Nansarunai
adalah akibat terdesak oleh pendatang baru, khususnya suku Melayu yang semakin
hari semakin banyak dan membawa adat-istiadat dan kepercayaan yang berbeda.
Karena ketidakcocokan tersebut akhirnya suku Dayak Maanyan semakin terdesak dari
Nansarunai ke pedalaman, tepatnya daerah Kabupaten Barito Timur saat ini.
Cerita tentang Nansarunai Usak Jawa ini
tidak mudah dilupakan oleh Dayak Maanyan, karena Nansarunai telah mengukir
sejarah dan kenangan yang sulit untuk dilupakan. Kita boleh sangsi tentang
keberadaan Nansarunai, namun cerita tentang Nansarunai
Usak Jawa selalu terdengar lewat hiang
wadian(shaman chants) tumet
leut, enra janyawai(tradisional songs) dan ngalakar(oral history) pada upacara
perkawinan dan kematian. Atau sering pula disinggung dalam percakapan
sehari-hari untuk mengingatkan anak-anak muda agar mereka tidak melupakan
sejarah. Setiap saat orang Maanyan selalu diingatkan lewat sejarah lisan dan
lagu-lagu tradisional bahwa Nansarunai adalah kerajaan Dayak Maanyan tempo dulu
yang sangat megah, kaya raya, mewah, indah dan jaya. Seringkali dalam lagu-lagu
daerah yang dinyanyikan pada saat acara Turus
Tajak(perkawinan) terlukis adanya keinginan kolektif orang Maanyan untuk
kembali ke masa lalu dan membangun kembali Nansarunai yang sudah hancur
berantakan tersebut. Misalnya: Ekat
hantek awe unru datu hawi mamurentah, ungken pita mahuraja jaku nawu lengan.
Nampan Nansarunai takam mudi kalamula, ngamang talam takam mantuk alang ire. (Kapan
orang Maanyan yang pintar datang menjadi pemimpin, agar Nansarunai kita dapat
dibangun kembali).
Setelah
jatuhnya Nansarunai, akhirnya tujuh pimpinan adat(Uria Pitu) memutuskan untuk
berpisah dan pergi ke tempat-tempat yang berbeda. Menurut penuturan bahwa:
1. Uria Dambung
Napulangit pergi ke Telang-Siong(Paju Epat).
2.Uria
Rena (Uria Mapas) pergi ke daerah Paju Dime dan Paju Sapuluh
3.Uria Rantau
pergi ke daerah Paku Karau(Dusun Tengah)
4.Uria Biring
pergi ke daerah Dayu
5.Uria Ponneh pergi
ke daerah Barito( Dusun, Taboyan, dan Lawangan)
6.Uria
Pulanggiwa pergi ke daerah Kapuas dan Kahayan
7.Uria Buman
pergi ke Kalimantan Selatan(Tabalong, Rantau dan Kayutangi).
Menurut
ceritanya, masing-masing Uria ini membawa Hukum Adat yang berlaku di Nansarunai.
Namun karena perjalanan waktu dan kondisi sosial dimana mereka berada, banyak
diantara Uria itu menyesuaikan pelaksanaan Hukum Adat yang mereka bawa. Dari
ketujuh Uria itu, hanya Uria Dambung Napulangit yang tetap konsisten
melaksanakan hukum adat Nansarunai seperti ijambe, setibanya di daerah Paju
Epat. Sebagai akibat dari perpisahan Uria Pitu tersebut, maka suku Dayak
Maanyan pun terbagi ke dalam empat sub suku, yaitu: Maanyan Paju Epat; Maanyan
Paju Sapuluh, Maanyan Paju Dime dan Maanyan Paku Karau. Kendatipun ada empat
pembagian sub suku demikian, tetapi kesatuan dan persatuan diantara mereka
tetap kental dan dipelihara dengan baik. Sebagai bukti, pipakatan itu dapat dilihat
pada Kerukunan Warga Dusun, Maanyan dan Lawangan di Kota Palangka Raya.
Setelah
perpisahan ke tujuh Uria itu, akhirnya Perkembangan suku Dayak Maanyan terjadi
dengan pesat di daerah Kabupaten Barito Timur sekarang ini. Sedangkan
perkembangan suku Dayak Maanyan di daerah Kecamatan Dusun Tengah dan Barito
Selatan adalah sebagian mereka yang bermigrasi dari daerah Barito Timur untuk
mencari daerah baru sebagai tempat berusaha atau karena ikatan perkawinan.
Lebih dari
tiga puluh delapan tahun Kabupaten Barito Timur, berstatus sebagai Kabupaten
Administratif Barito Timur dan selama periode itu pula keadaan masyarakat
Barito Timur kurang mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya dalam bidang
politik dan pemerintahan. Lalu, mulai 2 Juli 2002, status Kabad Barito
Timur, berubah menjadi Kabupaten Barito Timur dengan ibu kota Tamiang Layang.
Perubahan status ini merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi masyarakat
Barito Timur. Berdirinya Kabupaten Barito Timur ibarat berdirinya sebuah Nansarunai Wau(Nansarunai Baru) bagi masyarakat Barito
Timur, khususnya Dayak Maanyan. Kebanggaan yang luar biasa itu ingin mereka
wujudkan pula dengan tampilnya seorang pemimpin(Bupati) yang memang berasal
dari keturunan Nansarunai(Umpu Kakah). Sudahkan masyarakat Barito Timur
menyiapkan seorang Umpu Kakah yang dapat dibanggakan dan dapat diandalkan untuk
memimpin Nansarunai Wau ?. Para
Umpu Kakah yang berada di perantauan sangat mengharapkan agarNansarunai Wau betul-betul
dapat diwujudkan dan dipimpin oleh seorang Umpu Kakah yang dapat menjamin
eksistensi identitas etnik dan budaya, serta kelangsungan hidup generasi Umpu
Kakah selanjutnya. Ingat, bahwa maju-mundurnya masyarakat Barito Timur
sangat ditentukan oleh adanya pipakatan dan
bukan oleh sifat yang hanya mencari keuntungan sesaat atau menggadaitane ranu. Saat ini, pipakatan, sangat penting. Namun apabila ada diantara
Umpu Kakah yang mementingkan diri sendiri, dan mengabaikan masa depan anak
cucunya, maka sangat mungkin bahwa kejatuhan Nansarunai akan terulang kembali.
Renungkan perkataan Martin Luther King, Jr:Unless
we learn how to live together, as brothers and sisters, we shall die together
as fools ( Kalau kita tidak mau belajar untuk hidup bersama
sebagai saudara, maka kita akan mati konyol seperti orang bodoh). Sebagai
penutup dan sebagai penggugah solidaritas para Umpu Kakah dalam mempersiapkan
seorang figur Umpu Kakah sebagai calon Bupati Kabupaten Barito Timur, berikut
disajikan pesan Kakah Warikung dan Itak Ayan untuk kita semua:
Ware patategei
tangan takam mamai gunung padu um’mu, pakakawit kingking takam nungken watu
sukat panjang.
Nampan kaamuan
takam Nansarunai wau, kaantangun takam ngamang talam hanyar.
Nampan
murumitif yiri Nansarunai rami, nampan muruminim yiri ngamang talam raya.
Nampan la
manguntur takam kala harek jatuh, kuda langun takam alang rakeh riwo.
Catatan:
- Kata Jawa pada Nansarunai Usak Jawa, bukan berarti etnis Jawa, tetapi prajurit Majapahit yang
berasal dari tanah/pulau Jawa.
- Kata Manguntur, adalah
sebuah arena tempat khusus untuk menyabung ayam dan tempat
pertunjukan seni dan budaya.
(Penulis adalah Pembantu Rektor
I Unpar dan Guru Besar Antropologi)
Gimana perasaannya setelah membacanya agak panjang bukan,,
kisah Nansarunai yang merupakan sebuah kerajaan memang tidak akan habis bila
dibahas dan memang kurang cukup informasi mengenai seluk beluk Kerajaan ini
dikarenakan masih minimnya peninggalan sejarahnya, tetapi kisah tragis dari
hancurnya kerajaan Nansarunai ini turun temurun selalu diceritakan kepada
generasi-generasi Nansarunai Wa’u sekarang (termasuk saya). Penting sekali
dalam sebuah mempertahankan kejayaan saling berpegang tangan erat untuk bekerja
bersama-sama bukan saling berpisah atau saling menyalahkan satu sama lain. Dan
sangat penting juga bagi kita untuk mempelajari sejarah kita agar kita tau
siapa jati diri kita sebagai bangsa yang majemuk di Indonesia dan jika kita
sudah tau jangan sekali-kali merasa gengsi untuk menjadi diri kita sendiri yang
berasal dari suku-suku tertentu, tetap lestarikan adat budaya kita kawan.. dan
untuk saudara-saudari saya orang Dayak Maanyan “ada pasai darai lagi” kita
bangun lagi Nansarunai yang baru kembalikan kejayaan kerajaan kita dulu agar
dapat jadi bagian kekayaan majemuk Indonesia…. Tabe kawan pulaksana’i
Apa hubungan dan artinya dengan Ada Pasai Darai?
BalasHapusAda pasai darai (jangan tercerai berai)
HapusMaksudnya jangan sampai suku dayak maanyan terpecah lgi kaya dlu pas msh dlm bentuk kerajaan nces, makanya dgn tulisan ni anggapannya mengajak umat biae bersatu dan jgn smpai terpecah belah lgi